SITUASI DAN KONDISI POLITIK SEKITAR
KELAHIRAN PMII
Ada beberapa situasi dan kondisi yang
melatar belakangi proses kelahiran PMII saat itu, antara lain situasi politik
negara Republik Indonesia, Posisi Umat Islam Indonesia, dan Keadaan Organisasi
Mahasiswa saat itu. Namun disini penulis tidak akan mengulas semua situasi dan
kondisi politik disekitar proses kelahiran PMII tersebut, tetapi hanya akan
sedikit mengulas keadaan organisasi mahasiswa saat itu.
Yang
dimaksud dengan keadaan organisasi mahasiswa disini adalah suatu wadah
aktivitas para mahasiswa di luar kampus (ekstra universiter dan ekstra
kurikuler). Dengan wadah seperti itu aktivitas mahasiswa banyak memberikan
andil besar terhadap pasang surutnya sejarah bangsa Indonesia, khususunya
generasi muda. Andil tersebut biasanya digerakkan oleh idealisme yang
berorientasi pada situasi yang selalu menghendaki adanya perubahan kearah
perbaikan bangsanya, sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia,
Pancasila dan UUD 1945.
persoalan-persoalan politik, sebab
mahasiswa pada saat itu lebih cendrung merupakan alat partai politik.[1])
Oleh karena itu wajar kalau organisasi mahasiswa harus terlibat dalam masalah
penyusunan kabinet.[2])
Demikian juga misalnya ketika pelaksanaan Pemilu tahun 1955, organisasi
mahasiswa Islam yang diwakili oleh HMI pada saat itu menyerukan kepada
masyarakat supaya memilih partai-partai Islam, dan khusus kepada warganya
supaya memilih salah satu partai Islam yang disenangi.[3]
Sedangkan dalam pelaksanaan sidang Dewan Konstituante 1957 di Bandung diwakili
oleh Porpisi (perserikatan organisasi-organisasi pemuda Islam Indonesia)[4]
yang dipimpin oleh EZ. Muttaqin menjadi peninjau pada pelaksanaan sidang
tersebut.
[1]) Christianto Wibisono, Sejarah Demonstrasi Mahasiswa 1966, aksi-aksi
tritura (PT. Tanjung Mas Semarang, 1980) hal. 11
[2]) Yozar, Pergolakan Mahasiswa abad ke 20, Kisah Perjuangan
anak-anak Pemberang (Sinar Harapan, Jakarta, 1981) hal. 201
[3]) Drs. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI, 1947-1975, (PT
Bina Ilmu, Surabaya, 1976) hal. 107
[4]) Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam dinamika politik bangsa
1925-1984, (CV.Rajawali, Jakarta, 1984) Hal. 74
Komunis kemudian tamat riwayatnya bersamaan
dengan penganyangan terhadap G.30.S/PKI.
Dinamika
kehidupan mahasiswa yang seperti itu telah mendorong sekelompok mahasiswa
nahdliyin untuk ikut berperan didalamnya, sebab dalam suasana seperti itu para
mahasiswa nahdliyin merasa tidak cukup tersalurkan aspirasinya hanya melalui
HMI. Wajar bila akhirnya para mahasiswa nahdliyin segera membentuk wadah
tersendiri, disamping alasan intern yakni IPNU sudah tidak lagi mampu mewadahi
gerakan para mahasiswa nahdliyin tersebut.
No comments:
Write comments