D. PROSES KELAHIRAN PMII
Seperti telah disebutkan dimuka bahwa pada puncak konfrensi besar IPNU
pada tanggal 14 - 17 Maret 1960 di
Kaliurang Yogjakarta dicetuskan suatu keputusan perlunya didirikan suatu
organisasi mahasiswa yang terlepas dari IPNU baik secara struktur organisatoris
maupun administratif. Kemudian dibentuklah panitia sponsor pendiri organisasi
mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melaksanakan musyawarah
mahasiswa nahdliyin se-Indonesia, bertempat di Surabaya dengan limit waktu satu
bulan setelah keputusan itu.
Adapun ke 13 sponsor pendiri organisasi mahasiswa itu adalah sebagai
berikut :
1. Sahabat Cholid Mawardi ( Jakarta
)
2. ,,
Said Budairy ( ,, )
3. ,,
M. Sobich Ubaid ( ,, )
4. ,,
M. Makmun Syukri BA ( Bandung
)
1. ,,
H I l m a n ( ,,
)
2. ,,
H. Isma’il Makky (
Yogjakarta )
3. ,,
Munsif Nahrawi ( ,, )
4. ,,
Nuril Huda Suaidy HA ( Surakarta
)
5. ,,
Laily Mansur ( ,, )
6. ,,
Abd. Wahab Jailani (
Semarang )
7. ,,
Hisbullah Huda ( Surabaya
)
8. ,,
M. Cholid Narbuko ( Malang
)
9. ,,
Ahmad Husain ( Makasar
)
Seperti diuraikan oleh sahabat Chotbul Umam (mantan Rektor PTIQ
Jakarta), sebelum malaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin, terlebih dahulu
3 dari 13 orang sponsor pendiri itu - terdiri dari :
1. Sahabat
Hisbullah Huda ( Surabaya
)
2. ,,
M. Said Budaury ( Jakarta
)
3. ,,
Makmun Syukri BA ( Bandung
)
Pada tanggal 19 Maret 1960 mereka berangkat ke
Jakarta menghadap ketua Umum partai NU yaitu KH. DR. Idham Khalid untu meminta
nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah
yang akan dilaksanakan. Dan pada tanggal 24 Maret 1960 mereka diterima
oleh ketua partai NU, dalam pertemuan tersebut selain memberikan nasehat
sebagai landasan pokok untuk musyawarah, beliau juga menekankan hendaknya
oraganisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader
partai NU, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi
kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu. Yang lebih penting lagi yaitu
menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah
SWT. Setelah beliau menyatakan “merestui
musyawarah mahasiswa nahdliyin yang akan diadakan di Surabayaitu” [1]).
Pesan yang disampaikan oleh ketua partai NU tersebut, terasa sekali
suasana kepercayaan NU pada organisasi mahasiswa yang akan dibentuk ini.
Bagaimana dengan organisasi yang lain ?, keadaan yang demikian ini nampaknya
dapat kita maklumi.
Keadaan waktu itu (60-an) memang sangat kondusif bagi organisasi
mahasiswa untuk bersikap politis bahkan partai minded. Meningkatnya jumlah
ormas-ormas mahasiswa disertai oleh meningkatnya peran mereka secara kualitas
dan terbukanya kesempatan untuk mobilitas sosial dibidang politik [2]).
Hal ini senada yang disampaikan oleh Rocamora (dikutip oleh Burhan D. Magenda
dalam Prisma nomor 12 Desember 1977) tentang keterkaitan/hubungan antara
organisasi mahasiswa dan partai politik. Rocamora menunjukkan bagaimana
pimpinan organisasi mahasiswa berafiliasi dengan partai politik waktu itu.
Proses regenerasi ini berjalan secara damai dan sesuai dengan prinsip-prinsip
organisasi. Gejala seperti itu juga terlihat hampir pada semua organisasi
mahasiswa, termasuk di dalamnya PMII yang baru dibentuk [3]).
Kalau PMII juga aktif dibidang politik, seperti ang disampaikan oleh
Abd, Rohim Hasan di depan forum Kongres PMII ke IV di Makasar pada tahun 1970 “mengapa
PMII mesti berpolitik ? bukankah itu akan mengganggu tugas utamanya, belajar
dan belajar ?, bukankah persoalan poltik itu nanti
[1] Op-Cit, Halaman 3
[2] Burhan D. Magenda, Gerakan
Mahasiswa Indonesia dan sistem Politik, Prisma Nomor 12, Desember 1977.
[3] Ibid, Halaman 10.
setelah lulus dan terjun ditengah
masyarakat ?, Ruang kuliah adalah preparasi untuk pekerjaan politik.
Gerakan-gerakan kita adalah sekaligus gerakan belajar dan gerakan politik [1]). Lebih lanjut ia mengatakan “Mengapa
PMII mesti berpolitik baik secara praktis maupun konsepsional, belajar dan
berpolitik bukanlah suatu hal yang tabu, tetapi justru prinsip berpolitik itu
adalah bersamaan dengan keberadaan PMII itu sendiri. Hal ini ditegaskan
dalam dokumen historis PMII - Gelora Megamendung - Pokok-pokok pikiran training
course II PMII pada tanggal 17 - 27 April 1965 di Megamendung Bogor Jawa Barat
- yang menolak dengan tegas prisnsip ilmu untuk ilmu. PMII dengan tegas
menetapkan bahwa ilmu harus diamalkan, dalam arti untuk kepentingan agama,
bangsa dan negara. Bagi PMII organisasi tak lebih sebagai alat perjuangan,
sedang berpolitik tak lain untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dalam perjuangan
mengabdikan diri pada agama, bangsa dan negara. Tugas setiap warga PMIIadalah
memadukan ketinggian ilmu dan kesadaran berpolitik. Berpolitik bagi PMII (waktu
itu) dan terjun dalam kegiatan partai dalam bentuk apapun [2]).
Awal mula berdirinya PMII nampaknya lebih dimaksudkan sebagai alat untuk
memperkuat partai NU. Hal ini terlihat jelas dalam aktivitas PMII antara tahun
1960 - 1972 (sebelum PMII menyatakan diri independen) sebagian besar
program-programnya berorientasi politis. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi
:
[1] Drs. H. Abd, Rohim Hasan, Partisipasi
PMII kepada Partai, Makalah pada kongres IV PMII di Makasar tahun 1970.
[2] Ibid, Halaman 3
Pertama : Adanya anggapan
bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda partai NU, sehingga
gerakan dan aktivitasnya selalu diorientasikan untuk menunjang gerak dan
langkah partai NU.
Kedua : Suasana kehidupan berbangsa dan bernegara
pada waktu itu sangat kondusif untuk gerakan-gerakan politk, sehingga politik
sebagai panglima betul-betul menjadi policy pemerintah orde lama. Dan PMII
sebagai bagian dari komponen bangsa mau tidak mau harus berperan aktif dalam
konstalasi politik seperti itu [1]).
Lebih jauh Sahabat H. Mahbub
Junaidi mengatakan (sambutan pada acara Panca warsa hari lahir PMII) “Mereka
bilang mahasiswa yang baik adalah mahasiswa non partai, bahkan non politis,
yang berdiri diatas semua golongan, tidak kesana, tidak kesini, seperti seorang
mandor yang tidak berpihak. Sebaliknya kita beranggapan, justru mahasiswa
itulah yang harus berpartisipasi secara konkrit dengan kegiatan-kegiatan partai
politik [2]).
[2] Pidato Ketua Umum PP PMII
dalam Panca Warsa PMII, pada tanggal 17 April 1965.
menjadi pucuk pimpinan PMII (sekarang PB)
periode pertama ini adalah sebagai berikut :
SUSUNAN PIMPINAN PUSAT PMII
( Periode 1960 - 1961 )
Ketua Umum :
H. Mahbub Junaidi
Ketua Satu :
Drs. H. Chalid Mawardi
Ketua Dua :
Drs. H. Sutanto Martoprasono
Sekretaris Umum : H.M. Said Budairi
Sekretaris Satu : Drs. Munsif Nahrowi
Sekretaris Dua : A. Aly Ubaid
Keuangan Satu : M. Sobich Ubaid
Keuangan Dua : Ma’sum
Departemen-departemen :
Pendidikan dan Pengajaran : MS. Hartono, BA
Penerangan dan publikasi : Aziz Marzuki
Kesejahteraan mahasiswa : Drs. H. Fahrurrozi
Kesenian dan kebudayaan : HM. Said Budairi
Keputrian :
Mahmudah Nahrowi
Luar negeri :
Nukman
Pembantu Umum : Drs. H. Isma’il Makky
:
Drs. H. Makmun Syukri
:
Hisbullah Huda, HS
:
Drs. H. Mustahal Ahmad [1])
[1] Drs. H. Chotibul Umam, Sewindu
PMII, PC. PMII Ciputat Jakarta,
Tahun 1968, Halaman 9.
Susunan kepengurusan pimpinan pusat PMII di atas adalah merupakan
kelanjutan dari hasil musyawarah mahasiswa nahdliyin di kota Surabaya pada
tanggal 14 - 16 April 1960 yang hanya memutuskan hal-hal sebagai berikut :
1. Berdirinya organisasi mahasiswa nahdliyin,
dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII).
2. Penyusunan peraturan Dasar PMII yang di dalam Mukaddimahnya jelas
dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan/mata rantai dari departemen
perguruan tinggi IPNU-IPPNU.
3. Persidangan dalam musyawarah mahasiswa
nahdliyin itu (bertempat di Gedung madrasah Muallimin NU Wonokromo Surabaya)
dimulai tanggal 14-16 April 1960. Sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan
berlaku mulai 21 Syawal 1379 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 17 April
1960. Maka mulai dari itulah PMII dinyatakan berdiri dan tanggal 17 April 1960
dinyatakan sebagai hari jadi PMII yang akan diperingati setiap tahun dengan
istilah “Hari lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” (Harlah PMII).
4. Musyawarah juga memutuskan membentuk 3
orang formatur Yakni H. Mahbub Junaidi, sebagai Ketua Umum, A. Chalid Mawardi
sebagai Ketua Satu, dan M. Said Budairi sebagai Sekretaris Umum PP. PMII [1]).
[1] Ibid, Halaman 2
Kelahiran PMII ini kemudian
diproklamirkan di Balai Pemuda Surabaya dalam suatu resepsi yang mendapatkan
perhatian besar dari massa mahasiswa , organisasi-organisasi ekstra dan intra universitas di Surabaya serta dihadiri
juga oleh wakil-wakil partai politik.
Mengapa organisasi yang baru dibentuk itu menggunakan nama “PMII”
, dikalangan peserta musyawarah mahasiswa terlontar beberapa pemikiran yaitu :
Pertama: Seperti pola
pemikiran kalangan mahasiswa pada umumnya yang diliputi oleh pemikiran bebas.
Kedua : Berfikir taktis demi masa depan organisasi
yang akan dibentuk, karenanya untuk merekrut anggota harus memakai pendekatan
ideologi Aswaja.
Ketiga : Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam
nama organisasi yang akan didirikan
itu
Keempat : Manivestasi nasionalisme sebagai
semangat kebang
saan, karenanya Indonesia
harus jelas dicantumkan.
Biarpun dikalangan peserta
musyawarah tidak menampakkan persaingan yang tajam soal nama organisasi yang kan
dibentuk itu, tetapi ditetapkannya nama PMII harus melalui proses seleksi di
dalam musyawarah tsb.
Kendati mereka menyadari bahwa organisasi yang akan mereka lahirkan itu
adalah sebagai organisasi kader Partai NU, namun mereka pada umumnya
menghendaki bahwa nama “NU” tidak perlu dicantumkan. Mereka menyepakati bahwa
nama
organisasi yang akan dibentuk itu tidak
terlepas dari unsur-unsur pemikiran sebagai berikut:
1.
Menunjukkan
adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, terutama suasana pada saat itu
sedang diliputi oleh isu Nasional, yaitu semangat revolusi.
2.
Menampakkan
identitas keislaman, sekaligus sebagai penerus paham Islam Ahluss Sunnah Wal
Jama’ah
3.
Memanifestasikan
Nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya nama “Indonesia”
harus jelas tercantum.
Mengenai nama PMII (Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia) itu sendiri, adalah usulan dari delegasi Bandung dan
Surabaya yang mendapatkan dukungan dari utusan Surakarta. Sementara delegasi
dari Yogjakarta mengusulkan nama “Perhimpunan/Persatuan Mahasiswa
Ahlussunnah Waljama’ah” dan nama “Perhimpunan Mahasiswa Sunny”.
Sedangkan utusan dari Jakarta mengusulkan nama “IMANU” (ikatan mahasiswa
nahdlatul Ulama).
Akhirnya forum menyetujui nama “PMII”,
singkatan dari “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”, setelah melalui
beberapa perdebatan , Apakah PMII itu singkatan dari “Persatuan Mahasiswa
Islam Indonesia”, atau “Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia?”.
Ternyata permasalahannya mengerucut pada haruf
“ P ”. Kemudian atas dasar
pemikiran bahwa sifat mahasiswa itu diantaranya harus aktif, dinamis atau
bergerak (movement). Selanjutnya mendapat awalan “Per” dan akhiran “an”,
maka disepakati huruf “P”
kependekan dari “Pergerakan”.
Makna “Pergerakan” yang terkandung dalam PMII adalah Dinamika
dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan
rahmat bagi alam sekitarnya.
Dalam konteks individual,
komunitas maupun organisatoris, kiprah PMII harus senantiasa mencerminkan
pergerakannya menuju kondisi yang labih baik sebagai perwujudan tanggung
jawabnya memberi rahmat pada lingkungannya.
“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa
menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan
potensi kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam
kualitas ke khalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa”
yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut
ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.
Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan
religius, insan akademis, insan sosial dan isan mandiri. Dari identitas
mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, tanggung jawan
intelektual, tanggung jawab sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab individu
baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara
Pengertian “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam
sebagai agama yang dipahami dengan paradigma ahlussunnah waljama’ah yaitu
konsep pendekatan terhadap ajaran agama Isalam secara proporsional antara Iman.
Islam dan Ihsan yang di dalam pola
pikir dan pola perilakunya tercermin
sifat-sifat selektif, akomodatif dan integratif.
Pengertian “Indonesia”
yang terkandung dalan PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD
1945 dengan kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke yang di ikat dengan kesadaran wawasan Nusantara.
Secara totalitas PMII sebagai
organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa
yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan
atas dasar ketaqwaannya berkiprah mewujudkan peran ketuhanannya membangun
masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarakat yang
adil dan makmur dalam ampunan dan ridlo Allah SWT [1])
[1] Dokumen historis - Pola
Pembinaan, Pengembangan dan Perjuangan PMII
(P4 - PMII)
perilaku sahabat Rasul. Aspek Fiqih
diupayakan penekanannya pada proses pengambilan hukum, yaitu Ushul Fiqih dan
Qoidah Fiqih, bukan semata-mata hukum itu sendiri sebagai produknya. (lihat NDP
PMII)
Dari uraian tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa nahdliyin sebenarnya dari segi cara
berfikir tidak jauh berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, yang menghedaki
kebebasan. Sedangkan dalam bertindak cendrung anti anti kemapanan, terlebih
jika kelahiran PMII itu dihubungkan dengan tradisi keagamaan di kalangan NU,
misalnya bagi putra-putri harus berbeda/dipisah organisasi, PMII justru keluar
dari tradisi itu. Fenomena ini barangali termasuk hal yang patut mendapat
perhatian bagi perkembangan pemikiran ahlussunnah wal-jama’ah
Adapun susunan pengurus pusat
PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960.
Seperti diketahui, bahwa PMII pada awal berdirinya merupakan organisasi
mahasiswa yang dependen dengan NU , maka PP. PMII dengan surat
tertanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan
kepengurusan PP PMII tersebut. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa
organisasi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan
diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang di seluruh Indonesia, sedang yang
menandatangani SK tersebut adalah DR. KH. Idham Chalid selaku ketua Umum PBNU
dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil sekretaris jendral PBNU [1]).
Musyawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya yang dikenal dengan nama
PMII, hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi, maka untuk melengkapi
peraturan organisasi tersebut dibentuklsn satu panitia kecil yang diketuai oleh
sahabat M. Said Budairi dengan anggota sahabat Chalid mawardi dan sahabat
Fahrurrazi AH, untuk merumuskan peraturan rumah tangga PMII. Dalam sidang pleno
II PP PMII yang diselenggarakan dari tanggal 8 - 9 September 1960, Peraturan
rumah tangga PMII dinyatakan syah berlaku melengkapi paraturan dasar PMII yang
sudah ada sebelumnya[1])
Disamping itu, sidang pleno II PP PMII juga mengesahkan bentuk muts
(topi), selempang PMII, adapun lambang PMII diserahkan kepada pengurus harian,
yang akhirnya dipuruskan bahwa lambang PMII berbentuk perisai seperti yang ada
sekarang (rincian secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran peraturan rumah
tangga PMII). Dalam sidang ini pula dikeluarkan pokok-pokok aturan mengenai
penerimaan anggota baru [2])
sekarang dikenal dengan MAPABA.
Pada tahap-tahap awal berdirinya PMII banyak dibantu warga NU terutama
PP LP. Ma’arif NU. Sejak musyawarah mahssiswa nahdliyin di surabaya sampai
memberikan pengertian kepada Pesantren-pesantren (perlu diketahui, pada awal
berdirinya, di Pondok-pondok Pesantren dapat dibentuk PMII dengan anggota para
santri yang telah lulus madrasah Aliyah dan seang mengkaji kitab yang
tingkatannya sesuai dengan pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi agama).
Dengan
[1] Ibid, Halaman 3
adanya kebijakan
seperti ini ternyata dapat mempercepat proses pengembangan PMII [1]).
No comments:
Write comments