BAB I
MASA EMBRIONAL KELAHIRAN PMII
( 1955 - 1963 )
A. CIKAL BAKAL PMII
II IPNU tanggal 1 - 5 Januari di Pekalongan
Jawa Tengah, [1])
tetapi para pucuk pimpinan IPNU sendiri tidak menanggapi secara serius. Hal ini
mungkin dikarenakan kondisi di dalam IPNU sendiri masih perlu pembenahan, yakni
banyaknya fungsionaris IPNU yang telah berstatus mahasiswa, sehingga
dikhawatirkan bila wadah khusus untuk mahasiswa ini berdiri akan mempengaruhi
perjalanan IPNU yang baru saja terbentuk, Tetapi aspirasi kalangan mahasiswa
yang tergabung dalam IPNU ini makin kuat, hal ini terbukti pada muktamar III
IPNU di Cirebon Jawa Barat, pucuk pimpinan IPNU didesak oleh para peserta
muktamar membentuk suatu wadah khusus yang akan menampung para mahasiswa
nahdliyin, namun secara fungsional dan struktur organisatoris masih tetap dalam
naungan IPNU, yakni dalam wadah departemen perguruan tinggi IPNU [2]).
Namun langkah yang diambil oleh IPNU untuk menampung aspirasi para
mahasiswa nahdliyin dengan membentuk departemen perguruan tinggi IPNU pada
kenyataannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terbukti apda
Konprensi Besar IPNU di Kaliurang Yogjakarta pada tanggal 14 - 16 Maret 1960,
Forum konprensi besar memutuskan terbentuknya suatu wadah/organisasi mahasiswa
nahdliyin yang terpisah secara struktural maupun fungsional dari IPNU-IPPNU.
[1] Sejarah singkat IPNU-IPPNU, Buku kenang-kenangan Makesta
IPNU-IPPNU, Kodya Surakarta, Tahun 1970, halaman 11
[2] Ibid Halaman 12.
Usaha untuk mendirikan suatu wadah yang
khusus menghimpun mahasiswa nahdliyin sebenarnya sudah lama ada, hal ini dapat
dilihat dengan adanya kegiatan sekelompok mahasiswa NU yang di Jakarta. Patut
dicatat disini:
Pertama: misalnya berdirinya IMANU (ikatan mahasiswa NU)
pada bulan Desember
1955 di Jakarta. Namun
kehadirannya belum bisa diterima oleh banyak pihak, terutama oleh
kalangan sespuh NU sendiri. Sebab disamping kelahiran IPNU itu sendiri masih
baru (didirikan pada tanggal 24 Februari 1954) yang notabene mayoritas
pengurusnya mahasiswa, sehingga dikhawatirkan justru akan melumpuhkan IPNU.
Kedua: Sekelompok
mahasiswa nahdliyin yang berdomisili di
kota Surakarta Jawa Tengah yang diprakarsai
oleh H. Mustahal Ahmad, juga sempat mendirikan suatu organisasi yang diberi
nama “Keluarga Mahasiswa NU” (KMNU) Surakarta, juga pada tahun 1955. Bahkan
KMNU ini merupakan organisasi mahasiswa yang NU yang mampu bertahan sampai
lahirnya PMII pada tahun 1960 [1]).
Ketiga:
Di Bandung ada usaha
serupa dengan nama PMNU
(persatuan mahasiswa NU) dan masih banyak lagi di kota-kota lain dimana
ada perguruan tinggi yangmempunyai gejala yang sama, tetapi ternyata pimpinan
IPNU tetap membendung usaha-usaha tersebut dengan suatu pemikiran bahwa
pimpinan pusat IPNU akan lebih
[1] Wawancara dengan sahabat Drs. H. Mustahal Ahmad pada tanggal 25
Agustus 1984 di rumah beliu Jl. Imam
Bonjol 53 Surakarta Jawa Tengah.
mengintensifkan
pada usaha-usaha mengadakan penelitian pada dua permasalahan pokok :
1. Seberapa besar potensi mahasiswa NU
2. Sampai seberapa jauh kemampuan untuk
berdiri
sebagai
organisasi mahasiswa [1]).
Upaya yang dilakukan oleh IPNU dengan membnetuk departemen perguruan
tinggi untuk menampung aspirasi mahasiswa nahdliyin, tidak banyak berarti bagi
kemajuan dan perkembangan mahasiswa nahdliyin, haltersebut disebabkan beberapa
hal :
A. Kondisi obyektif menunjukkan bahwa
keinginan para pelajar sangat
berbeda denga keinginan, dinamika dan perilaku mahasiawa.
B. Kenyataan gerak dari departemen perguruan
tinggi IPNU itu sangat terbatas sekali. Terbukti untuk duduk sebagai anggota
PPMI persatuan perhimpunan mahasiswa indonesia), suatu konfederasi organisasi
mahasiswa ekstra universitas tidak mungkin bisa, sebab PPMI merupakan
organisasi yang hanya menampung ormas-ormas mahasiswa. Apalagi dalam MMI
(majlis mahasiswa indonesia), suatu federasi dari dewan/senat mahasiswa, juga
tak mungkin dilakukan [2])
Kesimpulan dari perdebatan mengenai hasil pengamatan ketua IPNU waktu itu
ternyata tidak berbeda jauh. Para anggota pimpinan pusat IPNU lebih condong
untuk merintis pembentukan
[1] Op-cit, Halamah 2
[2] Op-cit, Halaman 3
wadah khusus bagi mahasiswa nahdliyin.
Pertimbangan yang menyertai kwsimpulan ini juga lebih kompleks. Sebab di
penghujung dasa warsa 1950 itu situasi politik dan keamanan di tanah sir kita
sedang bergolak.
Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan yang diperdebatkan dalam
rapat piminan pusat IPNU itu :
Pertama: Wadah departemen perguruan tinggi IPNU
dianggap tidak lagi memadai, tidak cukup kuat untuk mewadahi gerakan
kemahasiswaan.
Kedua : Perkembangan poltik dan keamanan di dalam
negeri menuntut pengamatan yang ekstra hati-hati, khususnya bagi para mahasiswa
Islam.
Ketiga :
Satu-satunya wadah kemahasiswaan Islam yang ada pada waktu itu ialah HMI
(himpunan mahasiswa Islam), yang tokoh-tokohnya dinilai terlalu dekat dengan
partai Masyumi, sedangkan tokoh masyumi telah melibatkan diri dalam
pemberontakan PRRI.
Sementara itu, dikalangan intern NU sendiri, waktu itu masih belum
terungkap suatu rasa percaya diri. Maksudnya para tokoh pimpinan NU masih
seolah-olah dalam lingkungan jam’iyah nahdliyin tidak ada anggota yang
berkualitas intelektual. Sehingga untuk
mengisi jabatan menteri dan anggota DPR saja, pimpinan NU terpaksa meng-NU-kan
sarjana-sarjana dari luar lingkungan nahdliyin. Padahal NU waktu itu adalah
sebuah partai besar, pemenang nomor tiga dalam pemili 1955. Kewibawaan partai
NU tidak selayaknya dihambur-hamburkan untuk memberi hadiah jabatan dan
kedudukan kepada orang diluar jema’ah.
Inilah cry yang selalu diteriakkan para mahasiswa nahdliyin pada waktu
itu. Dan merekapun merasa perlu segera melakukan langkah-langkah tertentu untuk
meyakinkan semua pihak yang berkepentingan, bahwa dalam lingkungan nahdliyin
sudah muncul banyak generasi muda yang berpendidikan perguruan tinggi. [1])
Menyadari keterbatasan dan berkat dorongan-dorongan berbagai kenyataan
obyektif serta adanya usaha mengambil langkah-langkah pertimbangan, antara lain
:
1. Didirikannya perguruan tinggi NU di
berbagai tempat, misalnya PTINU di Surakarta (sekarang Universitas NU),
Fakultas Ekonomi dan Tata Niaga serta fakultas Hukum dan Tata Praja di Bandung
(sekarang Universitas Islam Nusantara - Uninus) dan Akademi ilmu pendidikan dan
Agama Islam di Malang (sekarang Universitas Islam Malang - Unisma).
2. Adanya keinginan dari individu-individu
mahasiswa nahdliyin yang menuntut ilmu
di perguruan tinggi NU maupun pergutuan tingg negeri dan lainnya untuk segera
mengkonkritkan suatu wadah khusus bagi mahasiswa nahdliyin.
3. Adanya signal dari pucuk pimpinan LP.
Ma’arif NU sendiri untuk lebih mengkonkritkan bentuk organisasi mahasiswa
nahdliyin.
[1] HA. Cholid Mawardi, PMII
dan Cita-cita NU, Dalam Pemikiran PMII, Dalam berbagai visi dan Persepsi,
Oleh A. Effendy Choirie dan Choirul Anam, Aula, Surabaya 1991, Halamanan 72-74.
1. Adanya kenyataan praktis maupun psikologis
yang sangat bertolak belakang diantara pelajar dan mahasiswa khususnya yang
tergabung dalam IPNU, baik dari segi belajar, dinamika maupun strategi
perjuangannya, semakin mendorong terbentunya suatu wadah tersendiri. [1])
Semangat untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang khusus dilingkungan
mahasiswa nahdliyin nampak semakin menguat. Puncaknya ketika IPNU mengadakan
konprensi besar pada tanggal 14 - 17 Maret 1960, setelah sahabat Isma’il Makky
(selaku ketua departemen perguruan tinggi IPNU) dan sahabat Moh. Hartono BA
(mantan wakil pimpinan Usaha Harian Pelita Jakarta) berbicara di depan peserta
komprensi besar IPNU tersebut di Kaliurang Yogjakarta. Dari sinilah akhirnya
lahir suatu keputusan “perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa secara
khusus bagi mahasiswa nahdliyin [2])
yang lepas baik secara struktural organisatoris maupun adminstratif.
Untuk mempersiapkan musyawarah pembentukan suatu wadah/organisasi
mahasiswa tersebut dibentuklah 13 orang panitia sebagai sponsor pendiri organisasi
mahasiswa nahdliyin dengan limit waktu kerja satu bulan, yang diirencanakan
dilaksanaka di Surabaya [3]).
No comments:
Write comments